Minggu, 20 Juli 2008

Industri Farmasi Harus Berbenah




Industri Farmasi Harus Berbenah

Jakarta, Kompas - Seluruh industri farmasi di Indonesia harus berbenah diri memenuhi ketentuan cara pembuatan obat yang baik (CPOB), bila ingin memasuki pasar internasional. Pembenahan tersebut mutlak dilakukan seiring rencana Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bergabung dalam Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S) tahun 2005 mendatang.

Pembenahan kemampuan merupakan konsekuensi dari keterlibatan Indonesia dalam skema kerja sama internasional, yang menjunjung pengakuan bersama hasil-hasil inspeksi produk farmasi. Survei sebelum tahun 2004 menunjukkan, kurang dari dua puluh persen dari 205 industri farmasi di Indonesia yang memenuhi ketentuan internasional CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) atau current Good Manufacturing Practice (cGMP).

Konsep GMP bersifat dinamis, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang bergerak cepat. Karenanya, ketentuan GMP senantiasa berubah mengikuti perkembangan iptek mutakhir, baik dalam perangkat proses produksi maupun standar mutu produk.

"Sekarang ini, kami sedang memetakan kemampuan industri farmasi," kata Kepala Badan BPOM Sampurno di sela-sela Seminar Sehari GMP di Jakarta, Senin (26/7).

Dalam seminar itu, turut dihadirkan pembicara ahli komite GMP Jepang untuk berbagi penerapan sistem pengawasan produksi obat dan makanan di negara tersebut.

Pemetaan industri

Menurut rencana, pemetaan industri yang dilakukan bersama Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia itu akan selesai bulan Oktober 2004. Hasil pemetaan dimaksudkan untuk mengetahui komposisi terakhir kondisi industri farmasi, sebelum BPOM benar-benar bergabung dengan PIC/S.

Belum dipastikan jenis pembagian kualifikasi untuk mengukur pencapaian kemampuan perusahaan.

Menurut Sampurno, saat ini setidaknya terdapat sekitar 60-70 industri farmasi di Indonesia yang dipastikan memenuhi persyaratan GMP internasional. Artinya, mereka tidak perlu lagi berinvestasi untuk memenuhi persyaratan.

Sebagian lagi perlu penyesuaian dengan investasi tidak terlalu besar. Sisanya, industri yang harus mengeluarkan investasi besar agar memenuhi persyaratan internasional. Salah satu bentuk investasi yang harus ditempuh adalah membangun sistem pencatatan (recording) proses produksi, mulai dari pembelian bahan baku hingga distribusi produk sampai ke tangan konsumen.

Dari 27 negara anggota PIC/S, termasuk Malaysia dan Singapura, sistem pencatatan merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses produksi. "Kalau terjadi sesuatu dari produk farmasi, maka konsumen bisa dengan cepat melacaknya," kata Sampurno.

Beberapa manfaat menjadi anggota PIC/S, di antaranya adanya akses mengembangkan kemampuan, penghematan biaya melalui mekanisme kontrol impor, pelatihan pengawas berkala, terbangunnya jaringan dan kontak individu, serta keterlibatan dalam pengembangan GMP internasional.

Sambutan pengusaha

Rencana BPOM dan konsekuensi yang mengikutinya, menurut Ketua GP Farmasi Indonesia Anthony Ch Sunarjo, disambut kalangan industri farmasi secara beragam. Ada yang menyadari peningkatan mutu sebagai konsekuensi logis globalisasi, tetapi ada pula yang merasa keberatan. Pasalnya, dengan kemampuan seperti sekarang pun mereka merasa sudah mampu berjalan.

Mengenai jumlah perusahaan yang benar-benar siap mengikuti ketentuan internasional, Anthony tidak bisa menyebutkan angka pasti. "Tunggu saja sampai pemetaan tuntas dilakukan," kata dia.

Tidak ada kekhawatiran dari kalangan pengusaha berkaitan dengan penyetaraan kualitas. Pasalnya, hal itu tidak akan berdampak pada penutupan pabrik. Ada mekanisme toll manufacturing bagi perusahaan yang belum memenuhi standar yang ditetapkan.

Titip dibuatkan

Mekanisme toll manufacturing memungkinkan proses produksi farmasi dialihkan ke perusahaan lain yang telah memenuhi syarat dengan sistem ba- gi hasil. "Contohnya, kalau proses pembuatan obat sirupnya belum memenuhi standar, silakan diproduksi di tempat lain. Tidak masalah," kata Sampurno.

Di tengah mayoritas perusahaan farmasi yang masih sebatas memenuhi kebutuhan dalam negeri, masih ada produsen yang mampu mengekspor produknya. Tahun 2003 tercatat, nilai ekspor produk farmasi mencapai 100 juta dollar AS.

Salah satu negara yang paling ketat menerima barang ekspor adalah Jepang.

Pengawasan produksi farmasi di Jepang dilakukan oleh badan penanggung jawab jaminan mutu. Sistem pengawasan yang digunakan, termasuk pengawasan fasilitas pabrik, instalasi operasi, material yang digunakan selama proses produksi, dan komponen penunjang, seperti gudang. Juga dikontrol sejumlah bahan-bahan farmasi, dosis, pemrosesan dan tes sampel, serta proses validasi.

Selain itu, sistem pencatatan dan pemeriksaan label produk dan kontrol laboratorium, seperti pengetesan hasil akhir, metode analisa dan validasi/verifikasi, serta program pemantapan. (GSA)

FARMASI

Menyiasati Harmonisasi Farmasi ASEAN
M Husni Nanang
Dukungan politis yang kuat dari pemerintah sangat diperlukan untuk menyambut era bebas dunia farmasi di ASEAN. Bagaimanapun ndustri farmasi nasional tidak boleh mati, karena terlalu banyak tenaga kerja yang bergantung hidup darinya.
(Istimewa)
INILAH.COM, Jakarta – Industri farmasi tanah air kini mulai memasuki setahun batas akhir menuju “Harmonisasi Farmasi ASEAN 2009”. Inilah era standardisasi yang membebaskan semua produk farmasi dari negara anggota ASEAN untuk masuk dan dipasarkan ke anggota yang lain. Bagaimana industri farmasi menyiasatinya agar tidak tergilas di 2009 nanti?

Dengan berlakunya harmonisasi farmasi, berarti perusahaan farmasi di Indonesia harus siap berkompetisi dalam standar harga, sumber daya manusia (SDM), dan kualitas produk obat yang setara.

Namun dalam laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) menunjukkan tahun ini hanya 50 dari 204 perusahaan farmasi tanah air yang sudah memenuhi standar.

Banyaknya perusahaan farmasi yang belum siap dan masih terkendala ini terlihat dari fisik industri, ruang-ruang produksi, quality control, dan kualitas SDM yang belum memadai.

“Untuk mengikuti standardisasi, satu industri farmasi kira-kira harus menambah investasi sekitar Rp 30 miliar,” kata Anthony Ch Sunaryo, Ketua Umum GP Farmasi Indonesia.

Menurutnya, industri yang mungkin sulit mengikuti standar ASEAN itu masuk dalam kategori kecil dan bisa terancam eksistensinya.

Pasalnya, perusahaan yang masuk dalam kategori kecil tersebut belum memenuhi kewajiban current Good Manufacturing Practices (cGMP) dan ASEAN Common Technical Dossier/Asean Common Technical Requirements (ACTD/ACTR).

Menurut Kepala BPOM Dr Husniah Rubiana Thamrin Akib, masih banyak perusahaan farmasi yang belum mampu memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini. Namun hingga kini sekitar 80% industri farmasi di Indonesia mulai menerapkan standar CPOB itu.

“BPOM menargetkan tahun ini adalah tahun untuk memperbaiki, kalau ada satu atau dua yang belum siap,” tuturnya.

Beruntung BPOM telah menyiapkan skenario alternatif agar industri farmasi dalam negeri mampu memenuhi standar produksi obat dan sediaan farmasi.

Jika perusahaan farmasi itu tetap tidak mampu memenuhi standar CPOB terkini, maka BPOM merekomendasikan untuk melakukan toll manufactruing (titip produksi).

“Misalnya industri mempunyai antibiotik tapi belum bisa CPOB, BPOM akan memintanya untuk membuat di industri lain yang CPOB antibiotiknya bagus agar tetap bisa berproduksi,” ujarnya.

Bila memasuki 2009 kelak masih ada industri yang tidak sanggup mengikuti standardisasi, tentu saja akan banyak industri yang gulung tikar.

Karenanya produsen farmasi perlu belajar dari kasus di Singapura di mana seluruh industri farmasi kecil di negara itu tutup. Begitu juga di Malaysia, sekitar 50% industri farmasi kecil juga telah tutup.

GP Farmasi juga menyiapkan beberapa solusi yang dapat dipilih perusahaan farmasi. Seperti membuat produk yang memenuhi syarat, merger perusahaan, atau melakukan konsentrasi produksi.

Selain itu, menjelang batas waktu penerapan registrasi format ACTD dan tindak lanjut hasil pemetaan industri farmasi, GP Farmasi memprioritaskan bimbingan dengan mengutamakan kelompok industri farmasi Strata D, dukungan regulatori untuk tindak lanjut rencana outsourcing lab, sharing climatic chamber, dan jasa validasi.

Juga permohonan registrasi industri farmasi agar fokus pada bentuk sediaan yang paling compliance dengan CPOB sesuai hasil pemetaannya.

Era Harmonisasi ASEAN di bidang farmasi kini di depan mata. Eksis atau tidaknya sebuah produsen obat sangat bergantung dari mutu dan kualitas produknya. Untuk itu kinilah saatnya industri farmasi berbenah diri dengan dukungan studi yang akurat.

Di luar itu dukungan politis yang kuat dari pemerintah sangat diperlukan untuk menyambut era bebas dunia farmasi di ASEAN itu. Bagaimanapun industri farmasi nasional tidak boleh mati, karena terlalu banyak tenaga kerja yang bergantung hidup darinya. [P1]

C.P.O.B cara pembuatan obat yang baik.


PRINSIP DASAR PEMETAAN (MAPPING) PENERAPAN CPOB INDUSTRI FARMASI


Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik

Untuk menjamin masyarakat memperoleh obat dengan mutu yang baik, upaya pemastian mutu (Quality Assurance) telah dilaksanakan dengan penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Pedoman CPOB disusun sebagai petunjuk dan contoh bagi industri farmasi dalam menerapkan cara pembuatan obat yang baik untuk seluruh aspek dan rangkaian pembuatan obat.
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam CPOB meliputi persyaratan-persyaratan dari personalia yang terlibat dalam industri farmasi, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, insfeksi diri, penanganan keluhan obat dan obat kembalian serta penarikan kembali obat, dan dokumentasi. Ketentuan-ketentuan ini menjamin proses produksi obat yang berkualitas, bermutu, aman, dan dapat dipertanggung jawakan.

A. Personalia
Sesuai dengan tuntutan CPOB, maka bagian produksi dan pengawasan mutu (QC) masing-masing dipegang oleh apoteker yang berbeda dan tidak saling bertanggung jawab satu sama lain.
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada, secara rutin memberikan pelatihan-pelatihan bagi karyawannya meliputi pelatihan CPOB, pelatihan operasional mesin/alat, serta pelatihan keselamatan diri.

B. Bangunan
Dalam rangka pemenuhan CPOB, dalam memilih bangunan hendaklah diperhatikan apakah ada sumber pencemaran yang berasal dari lingkungan, dan bangunan harus dirancang sedemikian rupa, sehingga dapat menunjang kemampuan produksi.

C. Peralatan
Peralatan sebelum digunakan hendaklah dikualifikasi dan penempatannya juga harus disesuaikan dengan alur produksi sehingga dapat memperlancar jalannya produksi dan dapat mencegah terjadinya kontaminasi silang. Setiap peralatan yang digunakan dikalibrasi secara berkala, sehingga hasil pengukurannya dapat dipertanggung jawabkan.

D. Sanitasi dan Higiene
Setiap karyawan terutama di bagian produksi, pada saat memasuki ruang produksi harus mencuci tangan dengan desinfektan, dan menggunakan pakaian khusus yang bersih dilengkapi dengan penutup rambut dan sepatu khusus.
Untuk menjamin kebersihan ruangan produksi dan mencegah kontaminasi, disediakan ruang penyangga yang berfungsi sebagai pembatas antara ruang abu-abu (Grey Area) dan ruang hitam (Black Area) . Karyawan dilarang merokok, makan, minum, atau menyimpan makanan dan minuman di ruang produksi dan laboratorium atau di dalam ruangan lain yang kemungkinan dapat menurunkan kualitas dari produk.

E. Produksi
Untuk menjaga mutu obat yang dihasilkan, maka setiap tahap dalam proses produksi selalu dilakukan pengawasan mutu In Process Control (IPC).
Setiap penerimaan bahan awal baik bahan baku dan bahan kemas terlebih dahulu diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasinya. Bahan-bahan tersebut harus selalu disertai dengan Certificate of Analisis (CA) yang dapat disesuaikan dengan hasil pemeriksaan.

F. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu produk dilaksanakan secara ketat oleh bagian Quality Control (QC) dan juga dilakukan oleh In Process Control pada setiap proses produksi.
Retain sample atau sample pertinggal disimpan dibagian Quality Assurance (QA) pada temperatur kamar. Retain sample berguna untuk menangani apabila ada keluhan produk di kemudian hari, sebagai acuan produk untuk setiap bets.

G. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu, dari semua mata rantai distribusi, Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi syarat kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak diperhitungkan dan merugikan kesehatan.

H. Dokumentasi
Semua kegiatan yang berkaitan dengan proses produksi obat harus didokumentasikan. Sistem dokumentasi yang baik dapat menggambarkan riwayat lengkap dari suatu bets obat (batch record), sehingga memungkinkan untuk penelusuran kembali bila terjadi masalah pada produk tersebut.

Pemetaan (Mapping) Industri Farmasi Melalui Penerapan CPOB
Pemetaan industri farmasi yang ditetapkan oleh BPOM yang diimplementasikan dalam CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) untuk industri farmasi merupakan persyaratan bagi industri farmasi untuk melaksanakan kegiatan produksi. Prinsip dasar pemetaan (mapping) penerapan CPOB industri farmasi adalah pemetaan tingkat kemampuan industri farmasi dalam penerapan standar CPOB yang dinamis menggunakan standar checklist, yang merupakan usaha pemerintah dalam rangka untuk meningkatkan pemenuhan terhadap standar dan persyaratan CPOB yang dinamis dan penerapannya konsisten, sehingga masyarakat memperoleh produk obat yang berkualitas dan aman.
Kebijakan teknis BPOM secara konsisten tetap mensyaratkan jaminan khasiat, keamanan dan mutu obat produksi industri farmasi Indonesia sebagai kriteria keunggulan produk, mendorong penerapan CPOB yang dinamis sesuai standar Internasional agar industri farmasi Indonesia lebih kompetitif, baik untuk pasar domestik maupun untuk pasar ekspor.
Dalam proses pelaksanaan penerapan CPOB yang dinamis perlu pemetaan terkini sebagai dasar pertimbangan pembinaan lebih lanjut, sehingga kompetensi industri farmasi Indonesia lebih meningkat.
Langkah-langkah dalam pemetaan meliputi :
1. Persiapan
- Kajian data penerapan CPOB
2. Penyusunan alat pemetaan
- Identifikasi komponen persyaratan CPOB global
- Penyusunan checklist pemetaan industri farmasi
- Penyusunan SOP, yaitu mekanisme pemetaan dan tim pemetaan
3. Penyamaan persepsi
- Sosialisasi prinsip dasar program pemetaan industri farmasi
- Sosialisasi checklist pemetaan industri farmasi

Beberapa hal pokok dalam pemetaan industri farmasi sasaran 2004 antara lain :
1. Penetapan sasaran lapangan berdasarkan prioritas dan disesuaikan dengan SDM yang ada
2. Kriteria penetapan sasaran lapangan 2004 :
- Industri dengan penyimpangan CPOB yang signifikan berdasarkan hasil temuan infeksi rutin
- Industri yang memproduksi produk yang beresiko tinggi misal : produk steril, hormon kelamin, beta laktam.
3. Industri farmasi lain diharuskan melakukan internal audit/assessment dengan checklist
4. Target waktu sampai diperoleh hasil akhir mapping (sebelum dianalisis)
5. Pengelompokan checklist berdasarkan aspek CPOB :
- Umum
- Sistem manajemen Mutu
- Bangunan, Sarana Penunjang dan Peralatan
- Sistem Penanganan Bahan
- Sistem Produksi
- Sistem Pengemasan dan Penandaan
- Sistem Pengawasan Mutu
6. Dalam setiap kelompok telah ditentukan tingkat kekritisan persyaratan CPOB disetiap komponen : C (Critical), M (Major), m (minor).

Pemetaan Kewenangan QA/QC
Sistem manajemen mutu merupakan sistem untuk menjamin bahwa bahan-bahan yang digunakan dan dihasilkan oleh perusahaan, baik berupa bahan baku, bahan kemas, produk ruahan dan produk jadi telah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Pada dasarnya, kegiatan pengawasan mutu dilakukan oleh bagian QC yang meliputi pemeriksaan yang luas, tidak hanya pemeriksaan terhadap bahan dan produk, tetapi juga meliputi pemeriksaan kualitas air, kualitas ruangan, kualitas limbah, kualitas kesehatan lingkungan kerja dan pemeriksaan terhadap proses-proses penunjang produksi lainnya. Sedangkan pemastian mutu dilakukan oleh bagian QA yang meliputi pemastian mutu bahan baku, bahan kemas, pemastian mutu produksi, pemastian mutu mikrobiologi, dan pemastian mutu produk jadi. Pada pelaksanaannya, bagian QC dan QA PT Gracia Pharmindo fungsinya belum terpisah. Pengawasan sekaligus pemastian mutu dilakukan oleh bagian QC, seperti pengawasan kualitas bahan baku, bahan kemas, kualitas air, kualitas air limbah, pelulusan obat jadi, dan lain-lain.

Quality Control (QC) merupakan bagian yang bertanggung jawab mengenai pengawasan dan pemeriksaan terhadap bahan yang digunakan dan produk yang dihasilkan oleh perusahaan, mulai dari pengawasan bahan baku, penyimpanan, pembuatan hingga proses pengemasan, untuk menjamin bahwa bahan-bahan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Quality Assurance (QA) merupakan bagian yang bertanggung jawab mengenai pemastian terhadap bahan yang digunakan dan produk yang dihasilkan oleh perusahaan, mulai dari pemastian bahan baku, penyimpanan, pembuatan hingga proses pengemasan yang siap untuk dipasarkan serta menjamin terlaksananya GMP dalam rangka jaminan mutu.

Salah satu aspek untuk menyatakan suatu produk telah memenuhi standar adalah mencakup data hasil pemeriksaan yang diperoleh selama produksi. Pemeriksaan dilaksanakan terhadap tahapan selama proses pengolahan dan pengemasan dan cakupan pemeriksaannya berdasarkan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam form laporan kegiatan untuk setiap jalur produksi (Prduction Line).

Sistem Manajemen Mutu dan Kebijakan Mutu Perusahaan PT Gracia Pharmindo tertulis dalam dokumen yang ditandatangani oleh Pimpinan perusahaan. Setiap kegiatan, hasil, laporan, usul, perubahan proses, bahan dan metode, dan evaluasi terhadap pemastian mutu atau pengawasan mutu tertulis dalam Peraturan Tetap (Protap), seperti protap pelatihan karyawan, protap inspeksi diri, protap pelulusan bahan awal, protap pelulusan obat jadi yang dilakukan atau yang bertanggung jawab adalah bagian QA/QC. Sistem Protap di perusahaan PT Gracia Pharmindo setiap tahun dilakukan “overview” melalui persetujuan dan wewenang bagian pemastian mutu/pengawasan mutu (QA/QC).

Pemetaan Pengendalian Perubahan
Pengendalian perubahan dimaksudkan untuk mengetahui perubahan yang terjadi baik perubahan proses, formula, alat/mesin, metode analisis, kondisi bahan awal (bahan baku dan bahan kemasan), maupun perubahan-perubahan lain yang dapat mempengaruhi kualitas atau mutu produk secara langsung maupun tidak langsung.
Bagian Pemastian Mutu/Pengawasan Mutu (QA/QC) mempunyai peranan dalam pengendalian terhadap perubahan, dan setiap perubahan termuat dalam Peraturan Tetap (Protap) perusahaan. Sarana penunjang proses, dokumen dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat dievaluasi dalam pengendalian perubahan sebelum suatu perubahan dilakukan. Semua perubahan memerlukan persetujuan QA/QC sebelum penerapannya.

Perubahan terhadap proses, bahan, metode, peralatan, sarana penunjang, dan dokumen dicatat/dibukukan dalam log book yang disediakan oleh QA/QC.
Protap untuk melakukan kajian dan evaluasi setiap perubahan yang berdampak terhadap registrasi obat, stabilitas serta validasi Perusahaan PT Gracia Pharmindo belum ada dan hasilnya pun belum didokumentasikan.

Personalia yang terlibat dalam pembuatan obat memperoleh pelatihan dalam penerapan Protap penanganan terhadap perubahan, dan hasilnya didokumentasikan dan disimpan sebagai arsip.

Pemetaan Pelulusan Bets
Tanggung jawab atas persetujuan dan pelulusan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi tercakup dalam Sistem Manajemen Mutu/Protap. Di PT
Gracia Pharmindo Protap ini merupakan tanggung jawab dan wewenang bagian Pemastian Mutu/Pengawasan Mutu (QA/QC). Tersedia Protap pelulusan obat jadi yang mencakup checklist yang dikaji dalam Catatan Bets. Pengkajian terhadap Catatan bets sebelum pelulusan suatu bets dilakukan oleh QA/QC. Jika telah lulus pemeriksaan QC, maka bets akan diberi label hijau, sedangkan jika ditolak, diberi label merah. Dan produk yang masih menunggu hasil pemeriksaan selanjutnya diberi label kuning (karantina).

Pemetaan Penanganan Penyimpangan
Tersedia Protap yang menetapkan dan mengatur Penanganan Penyimpangan termasuk Penyimpangan Bets, tetapi personalia yang terlibat belum mendapat pelatihan dalam melaksanakan prosedur penyimpangan, sehingga penulis mengusulkan sebuah Protap pelatihan dalam melaksanakan prosedur penyimpangan.

Seluruh penyimpangan bets mengalami proses penyelidikan terhadap penyimpangan, seperti penyimpangan dari batasan operasi sarana penunjang yang divalidasi (udara, air, gas, listrik) dievaluasi sesuai prosedur sistem penanganan penyimpangan. Meskipun penyimpangan dari batasan operasi sarana penunjang pada perusahaan PT Gracia Pharmindo tidak pernah terjadi, karena setiap waktu batasan operasi ini dilihat dan diperiksa sehingga belum pernah terjadi penyimpangan.
Setiap penyimpangan didokumentasikan dan dilakukan trend analisis oleh QA/QC, dan QA/QC mempunyai tanggung jawab untuk memberikan persetujuan/penandatanganan akhir terhadap laporan penyimpangan.

Pemetaan Pengolahan Ulang
Pengolahan ulang dimaksudkan untuk menjaga kestabilan dari suatu bets. Setiap dilakukan pengolahan ulang dari suatu bets produk, pada PT Gracia Pharmindo tersedia Protap yang disetujui dan disahkan bagian QA/QC khusus bets yang diolah ulang. Selain dilakukan pemeriksaan pengolahan ulang dilakukan pemeriksaan tambahan, misalnya Follow Up Stability study (FUS) terhadap bets yang diolah ulang.

Pembuatan Prosedur Tetap (Protap)
Prosedur tetap adalah salah satu dokumen yang harus dibuat oleh setiap bagian yang terdapat di PT Gracia Pharmindo. Protap dibuat oleh tiap-tiap bagian di PT Gracia Pharmindo, sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Pembuatan Protap ini harus memperoleh persetujuan dari bagian-bagian terkait. Sebagai contoh Protap ”Pengendalian Perubahan” yang dibuat oleh bagian R&D, harus dietujui oleh bagian Quality Control. Selanjutnya, pembuatan Protap tersebut harus disahkan oleh Plant Manager.

Dokumentasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam penerapan CPOB di industri farmasi, karena dokumentasi dapat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan dan laporan, serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, sertra evaluasi dari seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat.

Dokumentasi yang terdapat di PT Gracia Pharmindo Bandung diantaranya adalah Prosedur Tetap dan Instruksi Kerja. Protap dan Instruksi Kerja berisi prosedur yang berhubungan dengan proses produksi maupun hal-hal lain yang menunjang proses produksi. Protap dapat digunakan untuk memudahkan pelaksanaan semua proses yang berhubungan dan menunjang proses produksi. Oleh karena itu perlu juga Protap di Sistem Manajemen Mutu, seperti Protap Pengendalian Perubahan yang berdampak pada registrasi obat, stabilitas, dan validasi, serta Protap Pelatihan dalam Melaksanakan Prosedur Penyimpangan.

Beberapa Protap yang sudah ada di bagian IPC PT Gracia Pharmindo Bandung antara lain adalah :
1. Protap Inspeksi Diri.
2. Protap Inspeksi Bahan Kemas dan Keputusan Hasil Inspeksi.
3. Protap Pemeriksaan Partikel dalam Aqua PI dan Sediaan Cair Injeksi secara Visual.
4. Protap Inspeksi Pembersihan dan Sanitasi Ruang dan Alat-alat Produksi.
5. Protap Inspeksi dan Proses Pengambilan Contoh Selama Proses Pembuatan Produksi Ruahan.
6. Protap Inspeksi Selama Prses Pengiian Sirup Kering.
7. Protap Inspeksi Bulk Tablet/Tablet Salut/Kapsul
8. Protap Inspeksi Selama Proses Pengisian Larutan/Suspensi.
9. Protap Inspeksi Selama proses Pengemasan.
10. Protap Uji Kebocoran Ampul/Vial.
11. Protap Uji Kebocoran Strip dan Botol.
12. Protap Pengambilaan Contoh dan Pengujian Kekerasan Tablet.
13. Protap Pengambilan Contoh dan Pengujian Kerapuhan Tablet.
14. Protap Pengambilan Contoh dan Pengujian Ketebalan Tablet.
15. Protap Pengambilan Contoh dan Pengujian Waktu Hancur Tablet/Kapsul.
16. Protap Ketentuan-Ketentuan Tahap Akhir Pencetakan Tablet, Pengisian Kapsul dan Penanganan.
17. Protap Pengambilan Contoh dan Inspeksi Selama Proses Pencetakan Tablet/Pengisian Kapsul.
18. Protap Penendaan Bahan Kemas.
19. Protap Pengambilan Contoh Selama Proses Pengemasan.
20. Protap Pengambilan Contoh Obat Jadi untuk Contoh Pertinggal.
21. Protap Pengambilan Contoh Obat Jadi untuk Pengujian Obat Jadi.
22. Protap Pengambilan Contoh Sediaan Injeksi Produk Makloon untuk Pengujian di lab QC.
23. Protap Penanganan Botol Ditolak selama Proses Produksi dan Pengemasan.
24. Protap Penanganan Bahan Kemas Rejected pada Produksi dan Pengemasan.
25. Protap Pemeriksaan Atas Sisa-sisa Kemasan Produk Ruahan.
26. Protap Pemeriksaan Sisa Bahan Kemas.
27. Protap Inspeksi Obat Jadi yang Akan Dikirim Ke Distributor.
28. Protap Pembukaan PP Cap Dari Botol Novax DS.
29. Protap Pemeriksaan Harian Dari Air.
30. Protap Frekuensi dan Lokasi Pengambilan Contoh Air.
31. Protap Pengambilan Contoh dan Pemeriksaan Air Tanah yang Sudah Diklorinasi.
Untuk melengkapi Protap yang telah ada, maka diperlukan pembuatan Protap yang baru. Setiap Protap yang dibuat harus selalu dikaji ulang setiap jangka waktu tertentu.

Format Prosedur Tetap (Protap)
Format pembuatan Protap pada dasarnya adalah sama dibuat sedemikian rupa, agar mudah dimengerti pada saat pelaksanaannya. Adapun format umum pembuatan Protap adalah sebagai berikut :
1. Halaman Judul
Beberapa hal yang harus tercantum pada hal judul adalah :
a. Judul dari Protap yang akan dibuat
b. Nomor Protap, ditulis menggunakan kode tertentu berdasarkan aturan penulisan nomor dokumen yang berlkau
c. Tulisan dari bagian apa Protap tersebut dikeluarkan
d. Tanggal berlakunya, merupakan tanggal buat Protap tersebut telah disahkan dan secara resmi dapat mulai digunakan
e. Nomor dan tanggal Protap sebelumnya, yaitu disesuaikan sebagai penggganti dokumen no....Bila Protap yang dibuat merupakan perbaikan/perubahan dari Protap yang sudah ada, maka nomor Protap yang lama harus dicantumkan. Tapi bila Protap tersebut belum pernah dibuat maka pada kolom nomor Protap (Mengganti No : ...) ditulis ”Baru”.
f. Kolom tanda tangan yang berisi tanda tangan personel yang menyiapkan, memeriksa, menyetujui dan mensahkan Protap tersebut.

2. Halaman isi, tergantung dari jenis Protap yang dibuat namun pada dasarnya sama. Hal ini berisi :
a. Tujuan
b. Ruang lingkup
c. Tanggung jawab
d. Prosedur
e. Pengkajian ulang dokumen
f. Lampiran (jika diperlukan)

Sabtu, 19 Juli 2008

KECEWA

Wong atase kuliah frs.kid.uu dan dan etika sing gampang koyo ngono ae gak lulus , sakjane utekku opo nasibku sing elek ,gelo,kesel campur cidro atiku .perasaan wis tak jawab kabe pitakone dosen dosen tapi .opo dosen ora ono sitik welas nang aku .apes aku melok sp duwek maneh waktu maneh . sabaro yo bujoku aku ora iso mulih disek. sabaro anak2ku aku ora iso dolan lan guyon disek