Minggu, 20 Juli 2008

FARMASI

Menyiasati Harmonisasi Farmasi ASEAN
M Husni Nanang
Dukungan politis yang kuat dari pemerintah sangat diperlukan untuk menyambut era bebas dunia farmasi di ASEAN. Bagaimanapun ndustri farmasi nasional tidak boleh mati, karena terlalu banyak tenaga kerja yang bergantung hidup darinya.
(Istimewa)
INILAH.COM, Jakarta – Industri farmasi tanah air kini mulai memasuki setahun batas akhir menuju “Harmonisasi Farmasi ASEAN 2009”. Inilah era standardisasi yang membebaskan semua produk farmasi dari negara anggota ASEAN untuk masuk dan dipasarkan ke anggota yang lain. Bagaimana industri farmasi menyiasatinya agar tidak tergilas di 2009 nanti?

Dengan berlakunya harmonisasi farmasi, berarti perusahaan farmasi di Indonesia harus siap berkompetisi dalam standar harga, sumber daya manusia (SDM), dan kualitas produk obat yang setara.

Namun dalam laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) menunjukkan tahun ini hanya 50 dari 204 perusahaan farmasi tanah air yang sudah memenuhi standar.

Banyaknya perusahaan farmasi yang belum siap dan masih terkendala ini terlihat dari fisik industri, ruang-ruang produksi, quality control, dan kualitas SDM yang belum memadai.

“Untuk mengikuti standardisasi, satu industri farmasi kira-kira harus menambah investasi sekitar Rp 30 miliar,” kata Anthony Ch Sunaryo, Ketua Umum GP Farmasi Indonesia.

Menurutnya, industri yang mungkin sulit mengikuti standar ASEAN itu masuk dalam kategori kecil dan bisa terancam eksistensinya.

Pasalnya, perusahaan yang masuk dalam kategori kecil tersebut belum memenuhi kewajiban current Good Manufacturing Practices (cGMP) dan ASEAN Common Technical Dossier/Asean Common Technical Requirements (ACTD/ACTR).

Menurut Kepala BPOM Dr Husniah Rubiana Thamrin Akib, masih banyak perusahaan farmasi yang belum mampu memenuhi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini. Namun hingga kini sekitar 80% industri farmasi di Indonesia mulai menerapkan standar CPOB itu.

“BPOM menargetkan tahun ini adalah tahun untuk memperbaiki, kalau ada satu atau dua yang belum siap,” tuturnya.

Beruntung BPOM telah menyiapkan skenario alternatif agar industri farmasi dalam negeri mampu memenuhi standar produksi obat dan sediaan farmasi.

Jika perusahaan farmasi itu tetap tidak mampu memenuhi standar CPOB terkini, maka BPOM merekomendasikan untuk melakukan toll manufactruing (titip produksi).

“Misalnya industri mempunyai antibiotik tapi belum bisa CPOB, BPOM akan memintanya untuk membuat di industri lain yang CPOB antibiotiknya bagus agar tetap bisa berproduksi,” ujarnya.

Bila memasuki 2009 kelak masih ada industri yang tidak sanggup mengikuti standardisasi, tentu saja akan banyak industri yang gulung tikar.

Karenanya produsen farmasi perlu belajar dari kasus di Singapura di mana seluruh industri farmasi kecil di negara itu tutup. Begitu juga di Malaysia, sekitar 50% industri farmasi kecil juga telah tutup.

GP Farmasi juga menyiapkan beberapa solusi yang dapat dipilih perusahaan farmasi. Seperti membuat produk yang memenuhi syarat, merger perusahaan, atau melakukan konsentrasi produksi.

Selain itu, menjelang batas waktu penerapan registrasi format ACTD dan tindak lanjut hasil pemetaan industri farmasi, GP Farmasi memprioritaskan bimbingan dengan mengutamakan kelompok industri farmasi Strata D, dukungan regulatori untuk tindak lanjut rencana outsourcing lab, sharing climatic chamber, dan jasa validasi.

Juga permohonan registrasi industri farmasi agar fokus pada bentuk sediaan yang paling compliance dengan CPOB sesuai hasil pemetaannya.

Era Harmonisasi ASEAN di bidang farmasi kini di depan mata. Eksis atau tidaknya sebuah produsen obat sangat bergantung dari mutu dan kualitas produknya. Untuk itu kinilah saatnya industri farmasi berbenah diri dengan dukungan studi yang akurat.

Di luar itu dukungan politis yang kuat dari pemerintah sangat diperlukan untuk menyambut era bebas dunia farmasi di ASEAN itu. Bagaimanapun industri farmasi nasional tidak boleh mati, karena terlalu banyak tenaga kerja yang bergantung hidup darinya. [P1]

Tidak ada komentar: